Latest News

Saturday, July 30, 2011

Makna Salam Dalam Liturgi

Untuk mengawali Misa Kudus, sesudah membuat tanda salib, sambil membuka tangan, imam menyampaikan salam kepada umat beriman dengan mengucapkan: �Tuhan sertamu�. Umat menjawab: �Dan sertamu juga�. Atau dengan ucapan salam yang lain seperti yang tertera dalam buku Tata Perayaan Ekaristi (TPE).

Tradisi saling memberi salam ini sudah ada sejak jaman Perjanjian Lama, seperti tertulis dalam kitab 2 Raja-raja 4:29, �Jangan berhenti untuk memberi salam kepada siapa pun yang kau jumpai di jalan. Kalau orang memberi salam kepadamu, jangan buang waktu untuk membalas salamnya.� Memberi dan menerima salam merupakan ungkapan bahwa kedua belah pihak memiliki relasi yang dekat.

Dalam tradisi gereja, praktek penyampaian salam pemimpin kepada umat juga sudah berlangsung sejak abad V, yaitu seperti yang dilaksanakan oleh Santo Agustinus yang memberi salam sebelum pembacaan Injil.

Ungkapan Salam dalam Perayaan Ekaristi

Ungkapan salam dalam perayaan Ekaristi bersumber dari Alkitab. Ungkapan salam yang klasik dan bersifat biblis yang banyak digunakan dalam perayaan Ekaristi terdapat dalam kitab Ruth 2:4. Tidak lama kemudian Boas datang dari Betlehem dan memberi salam kepada para penuai. �Semoga TUHAN menyertai kalian�, katanya. Para penuai menjawab, �Semoga TUHAN memberkati Bapak." (Ruth 2:4).

Rumusan kata-kata untuk salam dalam Ritus Romawi adalah: Dominus Vobiscum, dan umat menjawab: Et cum spiritu tuo. Dalam TPE 2005 kata-kata salam tersebut diterjemahkan dalam dua alternatif, yaitu: Tuhan sertamu � Dan sertamu juga, dan Tuhan bersamamu � Dan bersama rohmu. Kedua terjemahan tersebut telah mendapat pengesahan dari para Uskup KWI dan pengakuan Tahta Suci. Bahkan TPE 2005 memberikan tujuh alternatif salam sesuai dengan keperluan. Alternatif salam nomor 6 digunakan khusus untuk Misa Arwah, sedangkan alternatif salam nomor 7 khusus diperuntukkan bagi Uskup.

Dalam Misa Kudus, ada empat kali imam menyampaikan salam ini kepada umat untuk membangun kesadaran umat bahwa Tuhan sungguh hadir di tengah-tengah kita. Salam yang pertama disampaikan imam dalam ritus pembuka sesudah membuat �Tanda Salib�, kedua sebelum pembacaan Injil, ketiga sebelum Doa Syukur Agung, dan keempat sebelum berkat penutup.

Makna Salam dalam Perayan Ekaristi

Dengan kata-kata salam ini, imam menyatakan bahwa Tuhan sungguh hadir di tengah umat yang siap beribadat. Dan dengan jawabannya, umat menyatakan bahwa Tuhan yang sama sungguh hadir dalam diri imam. Jadi pada saat melaksanakan dialog salam ini imam dan umat sedang menyadari bahwa Tuhan benar-benar hadir di tengah kita. Selain itu, salam dari imam dan jawaban dari pihak umat memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul (PUMR 50).

Salam dalam Perayaan Ekaristi yang bersumber dari Alkitab atau salam alkitabiah ini tidak sama dengan �salam sekular� seperti ; selamat pagi, selamat sore, bapak-bapak dan ibu-ibu, dll. �Salam sekular� semata ungkapan relasi yang hangat antara dua pihak. Salam alkitabiah dalam Perayaan Ekaristi ini merupakan puncak kesadaran dan pernyataan iman umat akan kehadiran Allah. Kesadaran ini dibangun melalui suasana dan alur ibadat mulai dari perarakan, nyanyian pembukaan, tanda salib, yang pada tahap ini menanjak pada kesadaran dan pernyataan iman akan kehadiran Allah.

Cara imam memberikan salam dan cara umat menanggapi salam menjadi hal yang sangat penting. Salam pada hakikatnya harus komunikatif: harus benar-benar ada komunikasi antara pemberi salam (imam) dan penerima salam (umat). Dari pihak imam, komunikasi diungkapkan lewat: pandangan mata, mimik, dan tata gerak tangan. Semua ini benar-benar menopang kata-kata salam yang diungkapkan secara mantap. Umat harus menjawab salam dari imam ini dengan mantap pula, karena dengan jawaban itu umat sedang menyatakan imannya akan kehadiran Tuhan. Komunikasi dan kemantapan salam harus terungkap baik ketika salam itu dilagukan maupun dilafalkan. Maka umat mesti menghafal lagu untuk salam.

Kata salam oleh imam kepada umat bukanlah sekadar bersifat manusiawi � sosial seperti budaya sapa-menyapa, dan bukan basa-basi, melainkan suatu pewartaan karya keselamatan Allah melalui Kristus. Umat menjawab salam dari imam dengan jawaban Dan bersama rohmu atau Dan sertamu juga (dalam bahasa Inggris: And also with you). Sebagaimana salam dari imam bukan suatu salam basa-basi, demikian pula jawaban umat bukan pula basa-basi sekadar menanggapi sapaan imam. Jawaban umat merupakan tanggapan kepada pelayan Perayaan Ekaristi yang adalah �hamba Kristus yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah� (1 Kor 4:1). Dengan demikian, salam dalam Perayaan Ekaristi bukan sekadar salam yang bersifat sosial manusiawi, melainkan bersifat teologis, yaitu merayakan misteri kehadiran Tuhan yang menyelamatkan di tengah umat-Nya.

Setelah imam menyampaikan salam kepada umat, imam, atau diakon, atau pelayan lain dapat memberikan pengantar sangat singkat kepada umat tentang Misa yang akan dirayakan (PUMR 50). Pada bagian pengantar ini, disampaikan penjelasan singkat mengenai tema atau isi misteri iman yang dirayakan dalam Perayaan Ekaristi saat itu. Adapun yang boleh menyampaikan kata pengantar ialah imam yang memimpin Misa, atau imam lain atau diakon atau pelayan yang lain.

Marilah kita siapkan pikiran dan hati kita untuk menyambut salam dari imam dengan mantap, karena Tuhan sungguh hadir di tengah-tengah kita dalam Perayaan Ekaristi. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Oleh : Ign. Djoko Irianto
*) Penulis, Prodiakon Paroki St. Herkulanus

Saturday, July 9, 2011

Tanda Salib Sebagai Ungkapan Iman Kepada Tritunggal Mahakudus

Tanda Salib merupakan tata gerak yang mengingatkan umat beriman pada salib keselamatan dengan menyerukan nama Tritunggal Mahakudus. Tanda Salib merupakan sakramentali, suatu lambang sakral yang ditetapkan Gereja guna mempersiapkan orang untuk menerima rahmat. Tanda Salib menjadi tata gerak orang katolik setiap mengawali doa atau ibadat; juga ketika mengawali Perayaan Ekaristi. Gerakan Tanda Salib juga telah dilakukan sejak masa Gereja Perdana untuk memulai dan mengakhiri doa.

Para Bapa Gereja telah menegaskan penggunaan Tanda Salib dalam setiap gerak kehidupan. Tertulianus (wafat th.250) menggambarkan kebiasaan membuat Tanda salib: �Dalam segala kegiatan dan gerakan, setiap kali kami datang maupun pergi, saat makan, saat menyalakan lilin, saat berbaring, dalam segala apapun yang kami lakukan, kami menandai dahi kami dengan Tanda Salib�.

St. Sirilus dari Yerusalem (wafat th.386) dalam Pengajaran Katekesenya menyatakan, �Jadi, marilah kita tanpa malu-malu mengakui Yang Tersalib. Jadikan Salib sebagai meterai kita, yang dibuat dengan mantap menggunakan jari-jari di dahi kita dan dalam segala kesempatan; atas roti yang kita makan dan cawan yang kita minum, saat kita datang dan pergi; sebelum kita tidur, saat kita berbaring dan saat kita terjaga; saat kita bepergian, dan saat kita beristirahat� .

Tanda Salib, harus dilakukan dengan khidmat. Dengan Tanda Salib, kita menyadari kehadiran Tritunggal Mahakudus. Kita juga harus ingat bahwa Salib adalah tanda keselamatan kita. Yesus Kristus, sungguh Allah yang menjadi sungguh manusia, yang mempersembahkan kurban sempurna bagi penebusan dosa-dosa kita di atas altar salib.

Tata Cara Membawakan Tanda Salib
Paus Inosensius III (1198 - 1216) memberikan instruksi sebagai berikut : �Tanda Salib dibuat dengan tiga jari, sebagai tanda perlindungan Tritunggal Mahakudus. Beginilah cara melakukannya: dari atas ke bawah sebab Kristus turun dari surga ke bumi, dan dari kiri ke kanan, sebab dari sengsara (kiri) kita harus beralih menuju kemuliaan (kanan), sama seperti Kristus beralih dari mati menuju hidup�.

Tanda salib merupakan perpaduan antara kata-kata dan perbuatan (tata gerak). Tanda Salib juga merupakan ringkasan iman kita akan Bapa - Putra - Roh Kudus. Tanda Salib juga mengungkapkan bahwa keselamatan kita datang lewat salib.

Gerakan ritual Tanda Salib pada umumnya disertai dengan ucapan Trinitarian : di dahi (in nomine Patris / dalam nama Bapa), di perut / dada (et Filii / dan Putera), di bahu sebelah kiri (et Spiritus / dan Roh) dan menyilang di dada kanan (Sancti / Kudus). Kemudian kedua tangan terkatup sambil berseru : Amen / Amin.

Tata gerak tanda salib harus dilaksanakan dengan khidmat dan cermat, tidak serampangan atau sambil lalu saja. Kita memulai tanda salib dengan menyentuhkan tangan pada dahi, lalu pada dada, lalu pada bahu kiri, dan akhirnya pada bahu kanan.

Tanda Salib dalam Perayaan Ekaristi
Dalam Liturgi Ekaristi, Tanda Salib yang dianjurkan adalah dua kali, yaitu saat pembukaan dalam ritus pembuka dan saat akhir dalam ritus penutup. Ditambah dengan tiga tanda salib kecil dalam dialog yang mengawali bacaan Injil, serta jika pemercikan air suci diadakan. Di luar itu tidak perlu ada tanda salib. Dalam satu kali Misa Kudus diawali dan diakhiri dengan "tanda salib". Artinya di tengah itu sebenarnya masih dalam suasana Misa Kudus, dan dengan demikian sebenarnya tidak diperlukan tanda salib baru.

Tanda Salib dalam perayaan Ekaristi dibawakan sbb: Pemimpin mengucapkan �Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus� (sementara itu semua membuat tata gerak salib mulai pada dahi, dada, bahu kiri, bahu kanan), dan umat menanggapi dengan �Amin�. Jadi, pada dasarnya tanda salib dalam perayaan Ekaristi bersifat dialogal. Pemimpin mengucapkan �Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus� dan umat mengamini dengan aklamasi �Amin�. Baik dilafalkan maupun dilagukan, jawaban �Amin� ini harus mantap.

Sesudah menerima Hosti, dan selama berdoa pribadi di Misa tidak perlu membuat Tanda Salib, karena seluruh Misa dari awal sampai akhir itu adalah satu rangkaian doa yang panjang. Doa dimulai saat Tanda Salib di awal dan diakhiri dengan berkat. Mungkin perlu diberi keterangan bahwa tidak perlu tidak sama artinya dengan tidak boleh.

Kita juga menandakan salib dengan ibu jari pada dahi, mulut, dan dada saat awal pembacaan Injil. Makna tiga tanda salib ini adalah sebagai berikut: Pertama kita membuat tanda salib di dahi. Tanda ini memiliki arti, "Dalam pikiranku, saya percaya". Kita mohon bantuan Roh Kudus agar kita bisa percaya pada sabda Tuhan, dalam pikiran kita. Kedua kita membuat tanda salib di mulut. Tanda ini memiliki arti, "Melalui mulutku saya mewartakan". Kita setuju untuk mewartakan sabda Tuhan yang kita percayai dalam pikiran kita ke semua orang. Ketiga kita membuat tanda salib di dada. Tanda yang ini memiliki arti, "Dalam hatiku, saya simpan sabda Tuhan". Kita sudah percaya pada sabda Tuhan, dan kita juga sudah setuju untuk mewartakannya ke semua orang. Namun kita harus juga menyimpan sabda Tuhan itu dalam hati kita, agar kitapun beroleh berkat-Nya

Dengan tanda salib, tubuh kita telah dimeterai dan disucikan oleh Allah. Dalam segala kegiatan kita: dari kita bangun tidur, sebelum tidur, kita belajar, kita bekerja, kita melakukan pelayanan, kita makan, kita susah, kita senang, kita tertawa, kita menangis. Jika kita membuat tanda salib itu berarti kita mengundang Allah Tritunggal Mahakudus untuk menjaga, melindungi kita sehingga kita tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Bapa. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Oleh : Ign. Djoko Irianto
Prodiakon Paroki St. Herkulanus

Recent Post